Sabtu, 14 Desember 2013

Belajar Dari Si Kecil



Siapapun ia yang hadir dalam hidupmu, ia adalah guru, tak peduli berapapun usianya -- setujukah kamu teman ??

Bukan saatnya lagi untuk menjadikan usia sebagai ukuran seseorang itu bijaksana. Kisah ini akan kubagikan kepadamu, sobat. Untuk kita yang tetap masih harus belajar untuk hal sekecil apapun itu, adalah hal yang menjadi awal menjadi kehidupan kita kelak, baik atau burukkah ia ??

Alkisah dulu seorang kakek sedang berjalan-jalan melewati mesjid,menyaksikan seorang anak yang sedang berwudhu, menangis tersedu-sedu. Begitu herannya si kakek, dan langsung menghampiri anak tersebut. "Wahai anakku, kenapa kamu menangis ?? ".
Anak kecil yang masih diawal wudhu membasuh tangannya, meneruskan  wudhunya sampai selesai. Sang kakek kesal, merasa tidak dihargai lalu menepuk punggung si anak tersebut, "Mengapa kamu tidak menjawab pertanyaanku, adalah kesopanan yang seperti itu??". Setelah sang anak menyelesaikan wudhunya, dan masih terisak-isak. Ia menjelaskan kepada sang kakek, "Wahai kakek yang begitu kuhormati keberadanmu, bukannya aku tak menghiraukanmu. Tapi tahukah kakek, bahwa aku sedang berwudhu. Bukankah rasulullah sendiri sangat tidak menyukai jika umatnya banyak berbicara ketika berwudhu. Karenanya ia akan melalaikan wudhu itu, membiarkan air mengalir tetap berjalan dengan sia-sia, berlimpah dan mubazir begitu saja. Bukankah mubazir itu perbuatan syaithan. Maafkan aku kakek". Sang kakek pun terdiam, "sekarang jawab pertanyaanku, mengapa engkau menangis?". "Aku ingat rasulullah pernah berkata, saat kita berwudhu air suci itu yang menyucikan anggota tubuh kita dari dosa, meluruhkan dosa dosa kecil yang ada pada diri kita aku merasa aku tak ingin mengakhiri wudhu ini, tapi aku juga tak mau mubazir, apalagi saat aku mengingat firmanNYA , mata yang menangis karenaku haram dari api neraka, aku semakin ingin menangis dan menangis. Aku hanyalah hambaNya yang sedikit ilmu, yang kuharap dengan sedikitnya ilmu ini aku bisa menjalankan segenap hatiku". Sang kakek lagi lagi terdiam. "Waaahh, bagus sekali kamu nak, kakek saja yang sudah setua ini sholat saja masih bolong-bolong". Sang anak pun terlihat sedih,lalu terisak lagi, "Kakek, aku ingin bertanya padamu, apa yang akan engkau lakukan saat ingin memasak di bara api dan membuat bara api itu tetap nyala?". Sang kakek pun menjawab, "akan kumasukkaan kayu bakar yang kecil dahulu, baru yang besar agar ia dapat bertahan lama". Sang anak pun tersedu sedu , "Kakek , itulah yang kutakutkan, kuingat panasnya api neraka itu begitu panas, yang membuat neraka itu lebih panas adalah bahan bakarnya, yaitu kita, yang dilempar pertama kalinya adalah kami, saya yang masih kecil dan dini, selanjutnya giliran mereka-mereka yang sudah menjalani hidup yang lama. Adakah aku sanggup menjadi bahan bakar yang utama dan pertama kali dilemparkan ? . Sungguh kakek, jika saja air mata ini bisa menjadikan alasan aku tidak dilemparkan kedalam api neraka, aku ingin menangis terus, begitu banyak dosaku kepada rabbku, begitu banyak yang sudah kulalaikan". Sang kakek menangis, dan setelah saat itu, sang kakek mengangkat anak itu menjadi anak angkatnya dan terus berdakwah dijalan Allah.

Begitu sepelenya kita terhadap hal-hal kecil, terlalu diabaikan. Menganggap bahwa itu tidak ada apa-apa. Padahal sering kali pepatah, sedikit demi sedikit lama lama menjadi bukit . Tak terbayangkan olehku, hal sekecil memperhatikan air keran yang terus mengalir, dimaknai oleh seorang anak, yang mungkin saja lebih kecil dari kita. Yang mungkin ia baru saja belajar, tapi kesetiannya kepada rasulnya, rabbnya, membuatnya memperhatikan hal sekecil apapun itu. Renungan bagiku, dan bagimu pula, tentang apa yang menjadi bahan bakar utama itu, aku merinding membayangkan semua. Saat tubuh ini dilempar kedalam panasnnya api neraka yang membara. Astaghfirullah ...
Kejadian lainnya, menerobos lampu merah. Pernahkah kamu berfikir untuk sejenak saja berhenti saat lampu merah, bukannya langsung melaju kencang begitu saja. Kelakuanmu adalah awal dari keberadaan yang lainnya, saat pengendara yang lain melihatmu menerobos lampu merah, apa yang mereka lakukan, mungkin beberapa akan berhenti, tidak mengikuti tindakan bodohmu, tapi mungkin sebahagian berfikir, "Ah dia aja nerobos, kenapa aku enggak". Kamu menjadi sebab orang lain tidak menaati peraturan. Hal kecil tapi menuntut diri kita akan pentingnya disiplin dan ketaatan. Peraturan itu untuk menjaga kita, begitu juga yang Allah ajarkan untuk kita, itu semua demi kebaikan kita.

 Sahabat, aku dan kamu, adalah hamba-hambaNya yang tak luput dari kesalahan, masih terbuka mata kita, masih mendengar dan berfungsi degnan baik segala indra. Ku mohon, ku ingin ..kita bersama, bersama untuk menjadikan hal sekecil apapun itu, maknai ia dengan hal yang dapat mendekatkan kita kepada Allah, hanya padaNya

http://catatancatatandia.blogspot.com/2011/04/belajar-dari-si-kecil.html