“Seperti Lebah yang apa yang ada pada dirinya
bermanfaat”
“seperti itu pula aku ingin”
Sayang rasanya saat
mendapatkan ilmu sedikit
Tapi tak ku biarkan
ilmu itu bertambah
Itulah mengapa aku
berbagi, semoga yg sedikit itu
Membuat Allah ridho
lalu menambahnya lagi..
beginilah alasanku berbagi
Pasti kita semua sangat familiar dengan kata “Hikmah”
atau “wisdom” in English. Ya, aku tertarik dengan kata itu beberapa
waktu ini. sebuah kata yang sederhana namun sarat akan makna.
“the ability to use your knowledge and experience
to make good decisions and judgements”- kemampuan menggunakan pengetahuan dan
pengalamanmu untuk membuat keputusan dan penilaian yang baik, yaa seperti itulah definisi wisdom saat ku buka
kamus cambridge di destopku. Lalu apa
hikmah menurut bahasa kita?? Ahh, rupanya aku belum sampai sana punya
referensi, namun aku ingat seorang ustad mengungkapkan pengertian hikman pada
sebuah forum. Hikmah adalah sesuatu yang kamu dapatkan setelah sesuatu hal yang
baik atau buruk terjadi. Artinya, sudah terjadi dulu “hal” itu baru ada yang
namanya “hikmah”. Lalu ada sebuah atsar dari abu Burdah yang tercatat dalam
buku catatan berwarna hijau milikku... begini bunyinya :
“Hikmah adalah barang hilang setiap muslim.
Hendaknya mereka memungutnya dimanapun mereka menemukannya”
Rupanya kata itu benar-benar indah maknanya meski
mungkin tak seindah bagaimana kita mendapatkannya. Itu baru awal, mengapa?
Karena aku ingin kita sama-sama belajar untuk memetik hikmah dari setiap
perjalanan hidup kita. Ah, puitis sekali rasanya.
Aku punya cerita,
Ketika itu, tepatnya saat aku mengikuti sebuah tes
di sebuah sekolah islam di kota Darussalam waktu lalu, aku mendapati beberapa
soal yang sangat menarik perhatianku, mungkin kalian juga pernah merasakan yang
sama atau punya pengalaman yang sama. Baiklah, begini kurang lebih dua
pertanyaan yang masih melekan tajam di ingatan.
“Siapakah orang pertama yang mengajarkanmu
Al-Qur’an?”
Lalu dibawah pertanyaan itu diberi beberapa jawaban kemungkinan yang memang
terjadi, seperti ini contohnya :
a.
Ibu c. kakek e. guru ngaji
b.
AyAh d. nenek f. Guru di sekolah dst
Kalo kamu yang ditanya jawabnya apa??
Aku tebak, guru ngaji ya??
Atau ibu? ayah? Oh, bersyukurlah.... alhamdulillah, karena kita bisa
mengaji lantaran mereka.
Bagaimana dengan
pertanyaan satu ini...
“dimana pertama kali kamu belajar sholat?”
a.
Di rumah c.
di mushola/masjid dst
b.
Di sekolah / madrasah / pesantren
Emm.. aku tau, pasti jawabanmu “b” ya...?? sama kalo gitu. Mari bersyukur
“Alhamdulillah”. Dimana pun kita belajar pertama kali, itu membuat kita bisa
sholat sekarang. ^_^
Aku tau kalian sangat
cerdas, pasti sampai disitu sudah bisa mengambil pelajaran bukan?? Ya, sedikit
pelajaran yang ingin aku bagi.
Pertanyaan itu tak
hanya menarik buat aku tapi juga setelah itu membuat ku berfikir dan
sedikit merasa sedih. Kenapa bukan Ibu atau ayah ku yang mengajarkan ku pertama
kali mengenal huruf-huruf al-quran? Lalu mengapa bukan rumah tempatku pertama
kali belajar sholat? Fikiran ku melayang kesana, namun Demi Allah, tidaklah aku
ingin mengajak kalian lalu marah kepada keluarga kita, sungguh tidak benar.
Semoga aku, dan kita semua selalu berhusnuzon kepada mereka. Bisa jadi, mereka
bisa mengajarkannya pertama kali kepada kita, namun mereka ingin kita
mendapatkan penyampaian dan pelajaran yang lebih baik daripada jika mereka yang
mengajarkan. Bisa jadi, mereka pernah ajarkan tapi kita masih kecil dan lupa.
Ya kan? Dan teruslah berfikir positif tentang itu.
Disini, Aku hanya ingin mengajak kita berfikir,
jikalah kita sangat menginginkan orang tua kita sebagai guru utama yang
mengajarkan kita Al-Qur’an, mengenalkan kita dengan Allah, Rasulullah, dan
islam. Kemudian, kita sangat merindukan suasana rumah yang seperti madrasah
atau pesantren atau sekolah yang disana kita dapatkan banyak pengetahuan. Maka
mungkin kita sendiri yang harus memulainya dari diri kita sendiri. Dari diri
kita masing-masing. Tak guna menyesali yang telah berlalu, namun bagamana kita
bisa memperbaikinya. Supaya nanti kita menjadi Ibu yang terbaik untuk anak-anak
kita, mampu menjadikan rumah kita sebagai madrasah yang baik untuk anak-anak
kita. Lalu, saya juga berfikir bagaimana jika kita sudah hampir menikah?? Juga
sudah punya anak? Aku fikir tak pernah ada kata terlambat untuk belajar. Ya gak??
^_^
Ya Allah, yang PadaMu Jiwa-jiwa ini tergenggam.
Yang mengetahui apa-apa yang kami tidak ketahui. Pemilik Ilmu-ilmu yang
tertebar di bumi dan pada apa-apa yang diciptakan. Semoga kami Engkau izinkan
untuk tak pernah berhenti belajar mendapatkan ilmu-ilmu, hikmah-hikmah, serta
kebaikan-kebaikan yang telah Engkau tebarkan di bumi-Mu. Semoga kami dapat
menjadi istri, anak, ibu, tetangga, saudara, menjadi manusia yang sholeh
soleha, yang melahirkan generasi-generasi yang sholeh-sholeha yang nantinya
mengisi dan menggoncangkan bumiMu dengan kalimat Laa Ilaa haillallah. Aamiin.
Lewat jari-jari ini aku menulis, membagi kisah
yang tak sanggup kunikmati sendiri. Mohon kalian memaafkan atas kelancangan
tulisan yang ditulis oleh seorang yang masih munafik ini jika aku banyak
menuliskan hal-hal yang rupanya salah dalam pemahaman dan lainnya yang mungkin
juga masih belum bisa aku sendiri lakukan. Semoga tulisan ini menjadi doa untuk
ku supaya menjadi orang yang lebih baik lagi. Semoga Allah mengampuni setiap
salah yang tergores sengaja atau tidak kemudian memberiku hidayahNya. Terakhir,
Semoga bermanfaat dan memberi hikmah.